Pendekatan Budaya Dalam
Pengembangan Pendidikan
Penggunaan
pendekatan budaya untuk memecahkan masalah kemanusiaan telah dilakukan sejak
jaman Aristoteles ( Djohar, 1999 ). Dalam konteks pemecahan masalah mutu
pendidikan, pendekatan budaya dipandang relevan untuk digunakan karena
pendekatan struktural disinyalir mengalami banyak kegagalan. Dengan pendekatan
budaya diharapkan peningkatan mutu pendidikan menjadi sebuah budaya yang
berkembang dikalangan warga sekolah.
Pada
hakekatnya, pendidikan merupakan proses budaya. Dhojar (1999) mengatakan
pendidikan sebagai proses budaya bertujuan menyiapkan masyarakat mampu memasuki
kehidupan pada zamannya. Peserta didik disosialisasikan dengan nilai – nilai
budaya yang berlaku dalam tatanan kehidupan pada zamannya itu. Oleh karena itu
pendidikan berlaku bagi semua orang dan terjadi sepanjang masa. Apa implikasi
atas pernyataan tersebut, terutama dalam konteks pengembangan kurikulumnya? Mengacu
pada pandangan bahwa kurikulum merupakan jantungnya pendidikan maka semestinya
kurikulumya perlu dikembangkan atas dasar nilai – nilai luhur bangsa yang telah
disepakati dan berkembang dimasyarakatnya.
Ø Prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan
budaya dan karakter bangsa:
1.
berkelanjutan
2.
melalui
semua mata pelajaran (saling menguatkan), muatan lokal, kepribadian, dan budaya
sekolah
3.
nilai
tidak diajarkan tapi dikembangkan
4.
dilaksanakan
melalui proses belajar aktif
v Berkelanjutan, mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa adalah sebuah proses panjang dimulai dari awal
peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas satu SD
atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas
terakhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan
dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.
v Melalui semua mata pelajaran, muatan lokal, kepribadian,
dan budaya sekolah
mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler
dan ekstra kurikuler. Gambar 1 berikut ini memperlihatkan pengembangan
nilai-nilai tersebut melalui keempat jalur tadi:
Pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi (SI),
diambarkan sebagai berikut:
Gambar
2: Pengembangan Nilai-nilai
Budaya dan Karakter Bangsa Melalui
Setiap Mata Pelajaran
v
Nilai
tidak diajarkan tapi dikembangkan mengandung makna bahwa materi nilai-nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa. Artinya,
nilai-nilai tersebut tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti
halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, atau pun fakta seperti
dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika,
pendidikan jasmani dan kesehatan, seni,
ketrampilan, dan sebagainya. Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan
atau media untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh
karena itu guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada tetapi
menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa. Konsekuensi dari prinsip ini nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak
ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu
mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri
mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna
sebuah nilai.
v
Proses
pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif. Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut
wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik.
Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang
dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar secara aktif (tanpa
mengatakan hal ini kepada peserta didik) menumbuhkan nilai-nilai budaya dan
karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di
kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.A. Pendekatan Budaya Dalam
Pengembangan Pendidikan
Penggunaan
pendekatan budaya untuk memecahkan masalah kemanusiaan telah dilakukan sejak
jaman Aristoteles ( Djohar, 1999 ). Dalam konteks pemecahan masalah mutu
pendidikan, pendekatan budaya dipandang relevan untuk digunakan karena
pendekatan struktural disinyalir mengalami banyak kegagalan. Dengan pendekatan
budaya diharapkan peningkatan mutu pendidikan menjadi sebuah budaya yang
berkembang dikalangan warga sekolah.
Pada
hakekatnya, pendidikan merupakan proses budaya. Dhojar (1999) mengatakan
pendidikan sebagai proses budaya bertujuan menyiapkan masyarakat mampu memasuki
kehidupan pada zamannya. Peserta didik disosialisasikan dengan nilai – nilai
budaya yang berlaku dalam tatanan kehidupan pada zamannya itu. Oleh karena itu
pendidikan berlaku bagi semua orang dan terjadi sepanjang masa. Apa implikasi
atas pernyataan tersebut, terutama dalam konteks pengembangan kurikulumnya? Mengacu
pada pandangan bahwa kurikulum merupakan jantungnya pendidikan maka semestinya
kurikulumya perlu dikembangkan atas dasar nilai – nilai luhur bangsa yang telah
disepakati dan berkembang dimasyarakatnya.
Ø Prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan
budaya dan karakter bangsa:
1.
berkelanjutan
2.
melalui
semua mata pelajaran (saling menguatkan), muatan lokal, kepribadian, dan budaya
sekolah
3.
nilai
tidak diajarkan tapi dikembangkan
4.
dilaksanakan
melalui proses belajar aktif
v Berkelanjutan, mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa adalah sebuah proses panjang dimulai dari awal
peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas satu SD
atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas
terakhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan
dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.
v Melalui semua mata pelajaran, muatan lokal, kepribadian,
dan budaya sekolah
mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler
dan ekstra kurikuler. Gambar 1 berikut ini memperlihatkan pengembangan
nilai-nilai tersebut melalui keempat jalur tadi:
Pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi (SI),
diambarkan sebagai berikut:
Gambar
2: Pengembangan Nilai-nilai
Budaya dan Karakter Bangsa Melalui
Setiap Mata Pelajaran
v
Nilai
tidak diajarkan tapi dikembangkan mengandung makna bahwa materi nilai-nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa. Artinya,
nilai-nilai tersebut tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti
halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, atau pun fakta seperti
dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika,
pendidikan jasmani dan kesehatan, seni,
ketrampilan, dan sebagainya. Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan
atau media untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh
karena itu guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada tetapi
menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa. Konsekuensi dari prinsip ini nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak
ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu
mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri
mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna
sebuah nilai.
v
Proses
pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif. Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut
wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik.
Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang
dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar secara aktif (tanpa
mengatakan hal ini kepada peserta didik) menumbuhkan nilai-nilai budaya dan
karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di
kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.A. Pendekatan Budaya Dalam
Pengembangan Pendidikan
Penggunaan
pendekatan budaya untuk memecahkan masalah kemanusiaan telah dilakukan sejak
jaman Aristoteles ( Djohar, 1999 ). Dalam konteks pemecahan masalah mutu
pendidikan, pendekatan budaya dipandang relevan untuk digunakan karena
pendekatan struktural disinyalir mengalami banyak kegagalan. Dengan pendekatan
budaya diharapkan peningkatan mutu pendidikan menjadi sebuah budaya yang
berkembang dikalangan warga sekolah.
Pada
hakekatnya, pendidikan merupakan proses budaya. Dhojar (1999) mengatakan
pendidikan sebagai proses budaya bertujuan menyiapkan masyarakat mampu memasuki
kehidupan pada zamannya. Peserta didik disosialisasikan dengan nilai – nilai
budaya yang berlaku dalam tatanan kehidupan pada zamannya itu. Oleh karena itu
pendidikan berlaku bagi semua orang dan terjadi sepanjang masa. Apa implikasi
atas pernyataan tersebut, terutama dalam konteks pengembangan kurikulumnya? Mengacu
pada pandangan bahwa kurikulum merupakan jantungnya pendidikan maka semestinya
kurikulumya perlu dikembangkan atas dasar nilai – nilai luhur bangsa yang telah
disepakati dan berkembang dimasyarakatnya.
Ø Prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan
budaya dan karakter bangsa:
1.
berkelanjutan
2.
melalui
semua mata pelajaran (saling menguatkan), muatan lokal, kepribadian, dan budaya
sekolah
3.
nilai
tidak diajarkan tapi dikembangkan
4.
dilaksanakan
melalui proses belajar aktif
v Berkelanjutan, mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa adalah sebuah proses panjang dimulai dari awal
peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas satu SD
atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas
terakhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan
dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.
v Melalui semua mata pelajaran, muatan lokal, kepribadian,
dan budaya sekolah
mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler
dan ekstra kurikuler. Gambar 1 berikut ini memperlihatkan pengembangan
nilai-nilai tersebut melalui keempat jalur tadi:
Pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi (SI),
diambarkan sebagai berikut:
Gambar
2: Pengembangan Nilai-nilai
Budaya dan Karakter Bangsa Melalui
Setiap Mata Pelajaran
v
Nilai
tidak diajarkan tapi dikembangkan mengandung makna bahwa materi nilai-nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa. Artinya,
nilai-nilai tersebut tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti
halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, atau pun fakta seperti
dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika,
pendidikan jasmani dan kesehatan, seni,
ketrampilan, dan sebagainya. Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan
atau media untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh
karena itu guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada tetapi
menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa. Konsekuensi dari prinsip ini nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak
ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu
mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri
mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna
sebuah nilai.
v
Proses
pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif. Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut
wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik.
Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang
dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar secara aktif (tanpa
mengatakan hal ini kepada peserta didik) menumbuhkan nilai-nilai budaya dan
karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di
kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.A. Pendekatan Budaya Dalam
Pengembangan Pendidikan
Penggunaan
pendekatan budaya untuk memecahkan masalah kemanusiaan telah dilakukan sejak
jaman Aristoteles ( Djohar, 1999 ). Dalam konteks pemecahan masalah mutu
pendidikan, pendekatan budaya dipandang relevan untuk digunakan karena
pendekatan struktural disinyalir mengalami banyak kegagalan. Dengan pendekatan
budaya diharapkan peningkatan mutu pendidikan menjadi sebuah budaya yang
berkembang dikalangan warga sekolah.
Pada
hakekatnya, pendidikan merupakan proses budaya. Dhojar (1999) mengatakan
pendidikan sebagai proses budaya bertujuan menyiapkan masyarakat mampu memasuki
kehidupan pada zamannya. Peserta didik disosialisasikan dengan nilai – nilai
budaya yang berlaku dalam tatanan kehidupan pada zamannya itu. Oleh karena itu
pendidikan berlaku bagi semua orang dan terjadi sepanjang masa. Apa implikasi
atas pernyataan tersebut, terutama dalam konteks pengembangan kurikulumnya? Mengacu
pada pandangan bahwa kurikulum merupakan jantungnya pendidikan maka semestinya
kurikulumya perlu dikembangkan atas dasar nilai – nilai luhur bangsa yang telah
disepakati dan berkembang dimasyarakatnya.
Ø Prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan
budaya dan karakter bangsa:
1.
berkelanjutan
2.
melalui
semua mata pelajaran (saling menguatkan), muatan lokal, kepribadian, dan budaya
sekolah
3.
nilai
tidak diajarkan tapi dikembangkan
4.
dilaksanakan
melalui proses belajar aktif
v Berkelanjutan, mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa adalah sebuah proses panjang dimulai dari awal
peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas satu SD
atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas
terakhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan
dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.
v Melalui semua mata pelajaran, muatan lokal, kepribadian,
dan budaya sekolah
mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler
dan ekstra kurikuler. Gambar 1 berikut ini memperlihatkan pengembangan
nilai-nilai tersebut melalui keempat jalur tadi:
Pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi (SI),
diambarkan sebagai berikut:
Gambar
2: Pengembangan Nilai-nilai
Budaya dan Karakter Bangsa Melalui
Setiap Mata Pelajaran
v
Nilai
tidak diajarkan tapi dikembangkan mengandung makna bahwa materi nilai-nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa. Artinya,
nilai-nilai tersebut tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti
halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, atau pun fakta seperti
dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika,
pendidikan jasmani dan kesehatan, seni,
ketrampilan, dan sebagainya. Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan
atau media untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh
karena itu guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada tetapi
menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa. Konsekuensi dari prinsip ini nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak
ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu
mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri
mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna
sebuah nilai.
v
Proses
pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif. Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut
wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik.
Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang
dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar secara aktif (tanpa
mengatakan hal ini kepada peserta didik) menumbuhkan nilai-nilai budaya dan
karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di
kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.A. Pendekatan Budaya Dalam
Pengembangan Pendidikan
Penggunaan
pendekatan budaya untuk memecahkan masalah kemanusiaan telah dilakukan sejak
jaman Aristoteles ( Djohar, 1999 ). Dalam konteks pemecahan masalah mutu
pendidikan, pendekatan budaya dipandang relevan untuk digunakan karena
pendekatan struktural disinyalir mengalami banyak kegagalan. Dengan pendekatan
budaya diharapkan peningkatan mutu pendidikan menjadi sebuah budaya yang
berkembang dikalangan warga sekolah.
Pada
hakekatnya, pendidikan merupakan proses budaya. Dhojar (1999) mengatakan
pendidikan sebagai proses budaya bertujuan menyiapkan masyarakat mampu memasuki
kehidupan pada zamannya. Peserta didik disosialisasikan dengan nilai – nilai
budaya yang berlaku dalam tatanan kehidupan pada zamannya itu. Oleh karena itu
pendidikan berlaku bagi semua orang dan terjadi sepanjang masa. Apa implikasi
atas pernyataan tersebut, terutama dalam konteks pengembangan kurikulumnya? Mengacu
pada pandangan bahwa kurikulum merupakan jantungnya pendidikan maka semestinya
kurikulumya perlu dikembangkan atas dasar nilai – nilai luhur bangsa yang telah
disepakati dan berkembang dimasyarakatnya.
Ø Prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan
budaya dan karakter bangsa:
1.
berkelanjutan
2.
melalui
semua mata pelajaran (saling menguatkan), muatan lokal, kepribadian, dan budaya
sekolah
3.
nilai
tidak diajarkan tapi dikembangkan
4.
dilaksanakan
melalui proses belajar aktif
v Berkelanjutan, mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa adalah sebuah proses panjang dimulai dari awal
peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas satu SD
atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas
terakhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan
dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.
v Melalui semua mata pelajaran, muatan lokal, kepribadian,
dan budaya sekolah
mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler
dan ekstra kurikuler. Gambar 1 berikut ini memperlihatkan pengembangan
nilai-nilai tersebut melalui keempat jalur tadi:
Pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi (SI),
diambarkan sebagai berikut:
Gambar
2: Pengembangan Nilai-nilai
Budaya dan Karakter Bangsa Melalui
Setiap Mata Pelajaran
v
Nilai
tidak diajarkan tapi dikembangkan mengandung makna bahwa materi nilai-nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa. Artinya,
nilai-nilai tersebut tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti
halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, atau pun fakta seperti
dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika,
pendidikan jasmani dan kesehatan, seni,
ketrampilan, dan sebagainya. Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan
atau media untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh
karena itu guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada tetapi
menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa. Konsekuensi dari prinsip ini nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak
ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu
mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri
mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna
sebuah nilai.
v
Proses
pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif. Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut
wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik.
Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang
dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar secara aktif (tanpa
mengatakan hal ini kepada peserta didik) menumbuhkan nilai-nilai budaya dan
karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di
kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.A. Pendekatan Budaya Dalam
Pengembangan Pendidikan
Penggunaan
pendekatan budaya untuk memecahkan masalah kemanusiaan telah dilakukan sejak
jaman Aristoteles ( Djohar, 1999 ). Dalam konteks pemecahan masalah mutu
pendidikan, pendekatan budaya dipandang relevan untuk digunakan karena
pendekatan struktural disinyalir mengalami banyak kegagalan. Dengan pendekatan
budaya diharapkan peningkatan mutu pendidikan menjadi sebuah budaya yang
berkembang dikalangan warga sekolah.
Pada
hakekatnya, pendidikan merupakan proses budaya. Dhojar (1999) mengatakan
pendidikan sebagai proses budaya bertujuan menyiapkan masyarakat mampu memasuki
kehidupan pada zamannya. Peserta didik disosialisasikan dengan nilai – nilai
budaya yang berlaku dalam tatanan kehidupan pada zamannya itu. Oleh karena itu
pendidikan berlaku bagi semua orang dan terjadi sepanjang masa. Apa implikasi
atas pernyataan tersebut, terutama dalam konteks pengembangan kurikulumnya? Mengacu
pada pandangan bahwa kurikulum merupakan jantungnya pendidikan maka semestinya
kurikulumya perlu dikembangkan atas dasar nilai – nilai luhur bangsa yang telah
disepakati dan berkembang dimasyarakatnya.
Ø Prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan
budaya dan karakter bangsa:
1.
berkelanjutan
2.
melalui
semua mata pelajaran (saling menguatkan), muatan lokal, kepribadian, dan budaya
sekolah
3.
nilai
tidak diajarkan tapi dikembangkan
4.
dilaksanakan
melalui proses belajar aktif
v Berkelanjutan, mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa adalah sebuah proses panjang dimulai dari awal
peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas satu SD
atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas
terakhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan
dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun.
v Melalui semua mata pelajaran, muatan lokal, kepribadian,
dan budaya sekolah
mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler
dan ekstra kurikuler. Gambar 1 berikut ini memperlihatkan pengembangan
nilai-nilai tersebut melalui keempat jalur tadi:
Pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa
melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi (SI),
diambarkan sebagai berikut:
Gambar
2: Pengembangan Nilai-nilai
Budaya dan Karakter Bangsa Melalui
Setiap Mata Pelajaran
v
Nilai
tidak diajarkan tapi dikembangkan mengandung makna bahwa materi nilai-nilai budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa. Artinya,
nilai-nilai tersebut tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti
halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, atau pun fakta seperti
dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika,
pendidikan jasmani dan kesehatan, seni,
ketrampilan, dan sebagainya. Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan
atau media untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh
karena itu guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada tetapi
menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan
karakter bangsa. Konsekuensi dari prinsip ini nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak
ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu
mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri
mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna
sebuah nilai.
v
Proses
pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif. Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan
nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut
wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik.
Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang
dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar secara aktif (tanpa
mengatakan hal ini kepada peserta didik) menumbuhkan nilai-nilai budaya dan
karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di
kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar