Entri Populer

Jumat, 04 Januari 2013

budaya dalam pengembangan pendidikan


Pendekatan Budaya Dalam Pengembangan Pendidikan

Penggunaan pendekatan budaya untuk memecahkan masalah kemanusiaan telah dilakukan sejak jaman Aristoteles ( Djohar, 1999 ). Dalam konteks pemecahan masalah mutu pendidikan, pendekatan budaya dipandang relevan untuk digunakan karena pendekatan struktural disinyalir mengalami banyak kegagalan. Dengan pendekatan budaya diharapkan peningkatan mutu pendidikan menjadi sebuah budaya yang berkembang dikalangan warga sekolah.
Pada hakekatnya, pendidikan merupakan proses budaya. Dhojar (1999) mengatakan pendidikan sebagai proses budaya bertujuan menyiapkan masyarakat mampu memasuki kehidupan pada zamannya. Peserta didik disosialisasikan dengan nilai – nilai budaya yang berlaku dalam tatanan kehidupan pada zamannya itu. Oleh karena itu pendidikan berlaku bagi semua orang dan terjadi sepanjang masa. Apa implikasi atas pernyataan tersebut, terutama dalam konteks pengembangan kurikulumnya? Mengacu pada pandangan bahwa kurikulum merupakan jantungnya pendidikan maka semestinya kurikulumya perlu dikembangkan atas dasar nilai – nilai luhur bangsa yang telah disepakati dan berkembang dimasyarakatnya.



Ø  Prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa:
1.      berkelanjutan
2.      melalui semua mata pelajaran (saling menguatkan), muatan lokal, kepribadian, dan budaya sekolah
3.      nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan
4.      dilaksanakan melalui proses belajar aktif

v  Berkelanjutan, mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa adalah sebuah proses panjang dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas satu SD atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas terakhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun. 

v  Melalui semua mata pelajaran, muatan lokal, kepribadian, dan budaya sekolah mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler. Gambar 1 berikut ini memperlihatkan pengembangan nilai-nilai tersebut melalui keempat jalur tadi:

 
Pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi (SI), diambarkan sebagai berikut:

Gambar 2: Pengembangan Nilai-nilai Budaya dan  Karakter Bangsa Melalui Setiap Mata Pelajaran

v  Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan mengandung makna bahwa materi nilai-nilai budaya dan karakter  bangsa bukanlah bahan ajar biasa. Artinya, nilai-nilai tersebut tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, atau pun fakta seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani  dan kesehatan, seni, ketrampilan, dan sebagainya. Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Konsekuensi dari prinsip ini nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna sebuah nilai.

v  Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif. Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik  bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar secara aktif (tanpa mengatakan hal ini kepada peserta didik) menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.A.    Pendekatan Budaya Dalam Pengembangan Pendidikan
Penggunaan pendekatan budaya untuk memecahkan masalah kemanusiaan telah dilakukan sejak jaman Aristoteles ( Djohar, 1999 ). Dalam konteks pemecahan masalah mutu pendidikan, pendekatan budaya dipandang relevan untuk digunakan karena pendekatan struktural disinyalir mengalami banyak kegagalan. Dengan pendekatan budaya diharapkan peningkatan mutu pendidikan menjadi sebuah budaya yang berkembang dikalangan warga sekolah.
Pada hakekatnya, pendidikan merupakan proses budaya. Dhojar (1999) mengatakan pendidikan sebagai proses budaya bertujuan menyiapkan masyarakat mampu memasuki kehidupan pada zamannya. Peserta didik disosialisasikan dengan nilai – nilai budaya yang berlaku dalam tatanan kehidupan pada zamannya itu. Oleh karena itu pendidikan berlaku bagi semua orang dan terjadi sepanjang masa. Apa implikasi atas pernyataan tersebut, terutama dalam konteks pengembangan kurikulumnya? Mengacu pada pandangan bahwa kurikulum merupakan jantungnya pendidikan maka semestinya kurikulumya perlu dikembangkan atas dasar nilai – nilai luhur bangsa yang telah disepakati dan berkembang dimasyarakatnya.



Ø  Prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa:
1.      berkelanjutan
2.      melalui semua mata pelajaran (saling menguatkan), muatan lokal, kepribadian, dan budaya sekolah
3.      nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan
4.      dilaksanakan melalui proses belajar aktif

v  Berkelanjutan, mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa adalah sebuah proses panjang dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas satu SD atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas terakhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun. 

v  Melalui semua mata pelajaran, muatan lokal, kepribadian, dan budaya sekolah mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler. Gambar 1 berikut ini memperlihatkan pengembangan nilai-nilai tersebut melalui keempat jalur tadi:

 
Pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi (SI), diambarkan sebagai berikut:

Gambar 2: Pengembangan Nilai-nilai Budaya dan  Karakter Bangsa Melalui Setiap Mata Pelajaran

v  Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan mengandung makna bahwa materi nilai-nilai budaya dan karakter  bangsa bukanlah bahan ajar biasa. Artinya, nilai-nilai tersebut tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, atau pun fakta seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani  dan kesehatan, seni, ketrampilan, dan sebagainya. Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Konsekuensi dari prinsip ini nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna sebuah nilai.

v  Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif. Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik  bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar secara aktif (tanpa mengatakan hal ini kepada peserta didik) menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.A.    Pendekatan Budaya Dalam Pengembangan Pendidikan
Penggunaan pendekatan budaya untuk memecahkan masalah kemanusiaan telah dilakukan sejak jaman Aristoteles ( Djohar, 1999 ). Dalam konteks pemecahan masalah mutu pendidikan, pendekatan budaya dipandang relevan untuk digunakan karena pendekatan struktural disinyalir mengalami banyak kegagalan. Dengan pendekatan budaya diharapkan peningkatan mutu pendidikan menjadi sebuah budaya yang berkembang dikalangan warga sekolah.
Pada hakekatnya, pendidikan merupakan proses budaya. Dhojar (1999) mengatakan pendidikan sebagai proses budaya bertujuan menyiapkan masyarakat mampu memasuki kehidupan pada zamannya. Peserta didik disosialisasikan dengan nilai – nilai budaya yang berlaku dalam tatanan kehidupan pada zamannya itu. Oleh karena itu pendidikan berlaku bagi semua orang dan terjadi sepanjang masa. Apa implikasi atas pernyataan tersebut, terutama dalam konteks pengembangan kurikulumnya? Mengacu pada pandangan bahwa kurikulum merupakan jantungnya pendidikan maka semestinya kurikulumya perlu dikembangkan atas dasar nilai – nilai luhur bangsa yang telah disepakati dan berkembang dimasyarakatnya.



Ø  Prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa:
1.      berkelanjutan
2.      melalui semua mata pelajaran (saling menguatkan), muatan lokal, kepribadian, dan budaya sekolah
3.      nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan
4.      dilaksanakan melalui proses belajar aktif

v  Berkelanjutan, mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa adalah sebuah proses panjang dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas satu SD atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas terakhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun. 

v  Melalui semua mata pelajaran, muatan lokal, kepribadian, dan budaya sekolah mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler. Gambar 1 berikut ini memperlihatkan pengembangan nilai-nilai tersebut melalui keempat jalur tadi:

 
Pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi (SI), diambarkan sebagai berikut:

Gambar 2: Pengembangan Nilai-nilai Budaya dan  Karakter Bangsa Melalui Setiap Mata Pelajaran

v  Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan mengandung makna bahwa materi nilai-nilai budaya dan karakter  bangsa bukanlah bahan ajar biasa. Artinya, nilai-nilai tersebut tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, atau pun fakta seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani  dan kesehatan, seni, ketrampilan, dan sebagainya. Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Konsekuensi dari prinsip ini nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna sebuah nilai.

v  Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif. Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik  bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar secara aktif (tanpa mengatakan hal ini kepada peserta didik) menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.A.    Pendekatan Budaya Dalam Pengembangan Pendidikan
Penggunaan pendekatan budaya untuk memecahkan masalah kemanusiaan telah dilakukan sejak jaman Aristoteles ( Djohar, 1999 ). Dalam konteks pemecahan masalah mutu pendidikan, pendekatan budaya dipandang relevan untuk digunakan karena pendekatan struktural disinyalir mengalami banyak kegagalan. Dengan pendekatan budaya diharapkan peningkatan mutu pendidikan menjadi sebuah budaya yang berkembang dikalangan warga sekolah.
Pada hakekatnya, pendidikan merupakan proses budaya. Dhojar (1999) mengatakan pendidikan sebagai proses budaya bertujuan menyiapkan masyarakat mampu memasuki kehidupan pada zamannya. Peserta didik disosialisasikan dengan nilai – nilai budaya yang berlaku dalam tatanan kehidupan pada zamannya itu. Oleh karena itu pendidikan berlaku bagi semua orang dan terjadi sepanjang masa. Apa implikasi atas pernyataan tersebut, terutama dalam konteks pengembangan kurikulumnya? Mengacu pada pandangan bahwa kurikulum merupakan jantungnya pendidikan maka semestinya kurikulumya perlu dikembangkan atas dasar nilai – nilai luhur bangsa yang telah disepakati dan berkembang dimasyarakatnya.



Ø  Prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa:
1.      berkelanjutan
2.      melalui semua mata pelajaran (saling menguatkan), muatan lokal, kepribadian, dan budaya sekolah
3.      nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan
4.      dilaksanakan melalui proses belajar aktif

v  Berkelanjutan, mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa adalah sebuah proses panjang dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas satu SD atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas terakhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun. 

v  Melalui semua mata pelajaran, muatan lokal, kepribadian, dan budaya sekolah mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler. Gambar 1 berikut ini memperlihatkan pengembangan nilai-nilai tersebut melalui keempat jalur tadi:

 
Pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi (SI), diambarkan sebagai berikut:

Gambar 2: Pengembangan Nilai-nilai Budaya dan  Karakter Bangsa Melalui Setiap Mata Pelajaran

v  Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan mengandung makna bahwa materi nilai-nilai budaya dan karakter  bangsa bukanlah bahan ajar biasa. Artinya, nilai-nilai tersebut tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, atau pun fakta seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani  dan kesehatan, seni, ketrampilan, dan sebagainya. Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Konsekuensi dari prinsip ini nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna sebuah nilai.

v  Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif. Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik  bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar secara aktif (tanpa mengatakan hal ini kepada peserta didik) menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.A.    Pendekatan Budaya Dalam Pengembangan Pendidikan
Penggunaan pendekatan budaya untuk memecahkan masalah kemanusiaan telah dilakukan sejak jaman Aristoteles ( Djohar, 1999 ). Dalam konteks pemecahan masalah mutu pendidikan, pendekatan budaya dipandang relevan untuk digunakan karena pendekatan struktural disinyalir mengalami banyak kegagalan. Dengan pendekatan budaya diharapkan peningkatan mutu pendidikan menjadi sebuah budaya yang berkembang dikalangan warga sekolah.
Pada hakekatnya, pendidikan merupakan proses budaya. Dhojar (1999) mengatakan pendidikan sebagai proses budaya bertujuan menyiapkan masyarakat mampu memasuki kehidupan pada zamannya. Peserta didik disosialisasikan dengan nilai – nilai budaya yang berlaku dalam tatanan kehidupan pada zamannya itu. Oleh karena itu pendidikan berlaku bagi semua orang dan terjadi sepanjang masa. Apa implikasi atas pernyataan tersebut, terutama dalam konteks pengembangan kurikulumnya? Mengacu pada pandangan bahwa kurikulum merupakan jantungnya pendidikan maka semestinya kurikulumya perlu dikembangkan atas dasar nilai – nilai luhur bangsa yang telah disepakati dan berkembang dimasyarakatnya.



Ø  Prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa:
1.      berkelanjutan
2.      melalui semua mata pelajaran (saling menguatkan), muatan lokal, kepribadian, dan budaya sekolah
3.      nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan
4.      dilaksanakan melalui proses belajar aktif

v  Berkelanjutan, mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa adalah sebuah proses panjang dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas satu SD atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas terakhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun. 

v  Melalui semua mata pelajaran, muatan lokal, kepribadian, dan budaya sekolah mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler. Gambar 1 berikut ini memperlihatkan pengembangan nilai-nilai tersebut melalui keempat jalur tadi:

 
Pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi (SI), diambarkan sebagai berikut:

Gambar 2: Pengembangan Nilai-nilai Budaya dan  Karakter Bangsa Melalui Setiap Mata Pelajaran

v  Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan mengandung makna bahwa materi nilai-nilai budaya dan karakter  bangsa bukanlah bahan ajar biasa. Artinya, nilai-nilai tersebut tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, atau pun fakta seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani  dan kesehatan, seni, ketrampilan, dan sebagainya. Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Konsekuensi dari prinsip ini nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna sebuah nilai.

v  Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif. Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik  bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar secara aktif (tanpa mengatakan hal ini kepada peserta didik) menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah.A.    Pendekatan Budaya Dalam Pengembangan Pendidikan
Penggunaan pendekatan budaya untuk memecahkan masalah kemanusiaan telah dilakukan sejak jaman Aristoteles ( Djohar, 1999 ). Dalam konteks pemecahan masalah mutu pendidikan, pendekatan budaya dipandang relevan untuk digunakan karena pendekatan struktural disinyalir mengalami banyak kegagalan. Dengan pendekatan budaya diharapkan peningkatan mutu pendidikan menjadi sebuah budaya yang berkembang dikalangan warga sekolah.
Pada hakekatnya, pendidikan merupakan proses budaya. Dhojar (1999) mengatakan pendidikan sebagai proses budaya bertujuan menyiapkan masyarakat mampu memasuki kehidupan pada zamannya. Peserta didik disosialisasikan dengan nilai – nilai budaya yang berlaku dalam tatanan kehidupan pada zamannya itu. Oleh karena itu pendidikan berlaku bagi semua orang dan terjadi sepanjang masa. Apa implikasi atas pernyataan tersebut, terutama dalam konteks pengembangan kurikulumnya? Mengacu pada pandangan bahwa kurikulum merupakan jantungnya pendidikan maka semestinya kurikulumya perlu dikembangkan atas dasar nilai – nilai luhur bangsa yang telah disepakati dan berkembang dimasyarakatnya.



Ø  Prinsip yang digunakan dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa:
1.      berkelanjutan
2.      melalui semua mata pelajaran (saling menguatkan), muatan lokal, kepribadian, dan budaya sekolah
3.      nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan
4.      dilaksanakan melalui proses belajar aktif

v  Berkelanjutan, mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa adalah sebuah proses panjang dimulai dari awal peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya, proses tersebut dimulai dari kelas satu SD atau tahun pertama dan berlangsung paling tidak sampai kelas 9 atau kelas terakhir SMP. Pendidikan budaya dan karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses yang telah terjadi selama 9 tahun. 

v  Melalui semua mata pelajaran, muatan lokal, kepribadian, dan budaya sekolah mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler dan ekstra kurikuler. Gambar 1 berikut ini memperlihatkan pengembangan nilai-nilai tersebut melalui keempat jalur tadi:

 
Pengembangan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa melalui berbagai mata pelajaran yang telah ditetapkan dalam Standar Isi (SI), diambarkan sebagai berikut:

Gambar 2: Pengembangan Nilai-nilai Budaya dan  Karakter Bangsa Melalui Setiap Mata Pelajaran

v  Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan mengandung makna bahwa materi nilai-nilai budaya dan karakter  bangsa bukanlah bahan ajar biasa. Artinya, nilai-nilai tersebut tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, atau pun fakta seperti dalam mata pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan jasmani  dan kesehatan, seni, ketrampilan, dan sebagainya. Materi pelajaran biasa digunakan sebagai bahan atau media untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Oleh karena itu guru tidak perlu mengubah pokok bahasan yang sudah ada tetapi menggunakan materi pokok bahasan itu untuk mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa. Konsekuensi dari prinsip ini nilai-nilai budaya dan karakter bangsa tidak ditanyakan dalam ulangan ataupun ujian. Walaupun demikian, peserta didik perlu mengetahui pengertian dari suatu nilai yang sedang mereka tumbuhkan pada diri mereka. Mereka tidak boleh berada dalam posisi tidak tahu dan tidak paham makna sebuah nilai.

v  Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif. Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dilakukan oleh peserta didik  bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Diawali dengan perkenalan terhadap pengertian nilai yang dikembangkan maka guru menuntun peserta didik agar secara aktif (tanpa mengatakan hal ini kepada peserta didik) menumbuhkan nilai-nilai budaya dan karakter pada diri mereka melalui berbagai kegiatan belajar yang terjadi di kelas, sekolah, dan tugas-tugas di luar sekolah. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar