PERANAN
SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN
Diajukan
Sebagai Tugas Individu :
Mata Kuliah : Konsep Dasar dan Pengembangan Kurikulum
Dosen :
Drs. Wahyudin Zufri, M.Pd
Disusun
Oleh :
Ika
Setia Rahmawati
(
40211096 )
PGSD3/3
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
STKIP ISLAM BUMIAYU
2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A.Latar
Belakang
Sejak
digulirkannya reformasi dalam penyelenggaraan pemerintah di Indonesia,
pemerintah bersama seluruh komponen bangsa berupaya untuk membangun sistem
pendidikan nasional yang sesuai dengan aspirasi reformasi itu sendiri termasuk
membangun bangsa yang berakhlak mulia, cerdas, dan kompetitif, serta memiliki
jatidiri bangsa.
Dalam upaya tersebut, profesionalisme guru merupakan salah satu aspek yang menjadi titik tumpu strategi pembangunan sistem pembangunan pendidikan nasional di Indonesia. Gerakan reformasi pendidikan ini diantaranya dimulai dengan pencanangan pekerjaan guru sebagai profesi oleh Soesilo Bambang Yudhoyono selaku Presiden RI pada peringatan Hari Guru Tahun 2005. Selanjutnya, berpegang kepada keputusan politik ini, untuk mendapatkan payung hukum terhadap penyelesaian permasalahan, kualitas, kesejahteraan, dan distribusi, dan masalah lain yang terkait dengan guru, pada tahun yang sama tepatnya pada bulan Desember 2005 pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan: Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Bab I Ketentuan Umum,pasal I).
Dalam upaya tersebut, profesionalisme guru merupakan salah satu aspek yang menjadi titik tumpu strategi pembangunan sistem pembangunan pendidikan nasional di Indonesia. Gerakan reformasi pendidikan ini diantaranya dimulai dengan pencanangan pekerjaan guru sebagai profesi oleh Soesilo Bambang Yudhoyono selaku Presiden RI pada peringatan Hari Guru Tahun 2005. Selanjutnya, berpegang kepada keputusan politik ini, untuk mendapatkan payung hukum terhadap penyelesaian permasalahan, kualitas, kesejahteraan, dan distribusi, dan masalah lain yang terkait dengan guru, pada tahun yang sama tepatnya pada bulan Desember 2005 pemerintah menerbitkan Undang-Undang No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dijelaskan: Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah (Bab I Ketentuan Umum,pasal I).
B.Tujuan
Dengan
penyusunan makalah ini diharapkan dapat mengetahui peranan – peranan kepala
sekolah dan guru dalam meningkatkan mutu dunia pendidikan.
C.
Rumusan Masalah
a. Bagaimana
mutu pendidikan di sekolah?
b. Jelaskan
kepemimpinan kepala sekolah dalam meningkatkan mutu pendidikan disekolah?
c. Bagaimana
peran guru dalam meningkatkan pendidikan ?
BAB
II
PEMBAHASAN
A. MUTU PENDIDIKAN DISEKOLAH
Salah satu indikator keberhasilan
kepemimpinan seorang kepala sekolah diukur dari mutu pendidikan yang ada di
sekolah yang dipimpinnya. Dalam
konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input, proses, dan output
pendidikan (Depdiknas, 2001:5). Input
pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk
berlangsungnya proses. Proses pendidikan merupakan berubahnya sesuatu menjadi
sesuatu yang lain dengan mengintegrasikan input sekolah sehingga mampu
menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan (enjoyable learning), mampu
mendorong motivasi dan minat belajar, dan benar-benar mampu memberdayakan
peserta didik. Output pendidikan adalah merupakan kinerja sekolah yang dapat
diukur dari kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efisiensinya,
inovasinya, dan moral kerjanya.
Dalam konsep yang lebih luas, mutu pendidikan mempunyai makna sebagai suatu
kadar proses dan hasil pendidikan secara keseluruhan yang ditetapkan sesuai
dengan pendekatan dan kriteria tertentu (Surya,
2002:12).
Proses pendidikan yang bermutu ditentukan oleh berbagai unsur dinamis yang
akan ada dalam sekolah itu sendiri dan
lingkungannya sebagai suatu kesatuan sistem. Menurut Townsend dan Butterworth
(1992:35) dalam bukunya Your Child’s
Scholl, ada sepuluh faktor penentu terwujudnya proses pendidikan yang
bermutu, yakni keefektifan kepemimpinan kepala
sekolah; partisipasi dan rasa tanggung jawab guru dan staf; proses belajar-mengajar yang efektif;pengembangan staf yang terpogram; kurikulum yang relevan; memiliki visi
dan misi yang jelas; iklim sekolah
yang kondusif; penilaian diri terhadap
kekuatan dan kelemahan; komunikasi
efektif baik internal maupun eksternal; serta keterlibatan orang tua dan masyarakat secara instrinsik.
Berdasarkan konsep mutu pendidikan tersebut maka dapat dipahami bahwa pembangunan pendidikan bukan hanya terfokus pada
penyediaan faktor input pendidikan tetapi juga harus lebih memperhatikan faktor
proses pendidikan.Input pendidikan merupakan hal yang mutlak harus ada dalam
batas-batas tertentu tetapi tidak menjadi jaminan dapat secara otomatis
meningkatkan mutu pendidikan (school resources are necessary but not sufficient
condition to improve student achievement).
Selama tahun 2002 dunia pendidikan nasional ditandai dengan berbagai perubahan yang datang bertubi-tubi, serempak, dan
dengan frekuensi yang sangat tinggi. Belum tuntas sosialisasi perubahan yang
satu, datang perubahan yang lain. Beberapa inovasi yang mendominasi panggung
pendidikan selama tahun 2002 antara lain adalah Pendidikan Berbasis Luas
(PBL/BBE) dengan life skills-nya, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK/CBC),
Manajemen Berbasis Sekolah (MBS/SBM), Ujian Akhir Nasional (UAN) pengganti
EBTANAS, pembentukan dewan sekolah dan dewan pendidikan kabupaten/kota. Setiap
pembaruan tersebut memiliki kisah dan problematiknya sendiri. Fenomena yang menarik adalah perubahan itu umumnya memiliki sifat yang
sama, yakni menggunakan kata berbasis (based). Bila diamati lebih jauh,
perubahan yang “berbasis” itu umumnya dari atas ke bawah; dari pusat ke daerah; dari
pengelolaan di tingkat atas menuju sekolah; dari pemerintah ke masyarakat; dari sesuatu yang sifatnya nasional menuju yang lokal. Istilah-istilah
lain yang populer dan memiliki nuansa yang sama dengan “berbasis” adalah
pemberdayaan (empowerment), akar rumput (grass-root), dari bawah ke atas
(bottom up), dan sejenisnya.
Simak saja label-label perubahan yang dewasa ini berseliweran dalam dunia
pendidikan nasional (kadang-kadang dipahami secara beragam): manajemen berbasis
sekolah (school based management), peningkatan mutu berbasis sekolah (school
based quality improvement), kurikulum berbasis kompetensi (competence based
curriculum), pengajaran/pelatihan berbasis kompetensi (competence based
teaching/training), pendidikan berbasis luas (broad based education),
pendidikan berbasis masyarakat (community based education), evaluasi berbasis
kelas (classroom based evaluation), evaluasi berbasis siswa (student based
evaluation) dikenal juga dengan evaluasi portofolio, manajemen pendidikan
berbasis lokal (local based educational management), pembiayaan pendidikan
berbasis masyarakat (community based educational financing), belajar berbasis
internet (internet based learning), kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)
dan entah apa lagi.
Supriadi (2002:17) mengatakan: “orang yang mendalami teori difusi inovasi akan segera tahu
bahwa setiap perubahan atau inovasi dalam bidang apa pun, termasuk dalam
pendidikan, memerlukan tahap-tahap yang dirancang dengan benar sejak ide
dikembangkan hingga dilaksanakan”. Sejak awal, berbagai kondisi perlu
diperhitungkan, mulai substansi inovasi itu sendiri sampai kondisi-kondisi
lokal tempat inovasi itu akan diimplementasikan. Intinya, suatu perubahan yang
mendasar, melibatkan banyak pihak, dan dengan skala yang luas akan selalu
memerlukan waktu. Suatu inovasi mestinya jelas kriterianya, terukur dan
realistik dalam sasarannya, dan dirasakan manfaatnya oleh pihak yang
melaksanakannya.
Banyak inovasi pendidikan yang diluncurkan di Indonesia dewasa ini kurang
dihayati secara penuh oleh pelaksananya (termasuk kepala sekolah), di samping secara konseptual “cacat sejak lahir”, serba tergesa-gesa, serba
instan, targetnya tidak realistik, didasari asumsi yang linier seakan-akan
suatu inovasi akan bergulir mulus begitu diluncurkan dan secara implisit
dimuati obsesi demi menanamkan “aset politik” di masa depan. Maka sudah
barang tentu inovasi model seperti ini mengandung risiko kegagalan yang besar.
B. KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH
Kepemimpinan
merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu organisai karena
sebagian besar keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi ditentukan oleh
kepemimpinan dalam organisasi tersebut. Yang dimaksud dengan kepemimpinan
seperti yang dikemukakan oleh James M. Black pada Manajemem: a Guide to
Executive Command dalam (Sadili Samsudin,2006:287) adalah kemampuan meyakinkan dan menggerakkan orang lain agar mau
bekerja sama di bawah kepemimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai suatu
tujuantertentu.
Sementara R.
Soekarto Indrafachrudi (2006:2) mengartikan kepemimpinan sebagai suatu kegiatan
dalam membimbing suatu kelompok sedemikian rupa sehingga tercapailah tujuan
itu. Kemudian menurut Maman Ukas (2004:268) kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk dapat
mempengaruhi orang lain, agar ia mau berbuat sesuatu yang dapat membantu
pencapaian suatu maksud dan tujuan.
Berdasarkan
beberapa definisi di atas dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan yang dimiliki seseorang dalam
mempengaruhi orang lain untuk mau bekerja sama agar mau melakukan tindakan dan
perbuatan dalam mencapai tujuan bersama.
Kepala sekolah adalah seorang pemimpin
sekolah atau pemimpin suatu lembaga tempat menerima dan
memberi pelajaran. Kepala sekolah
adalah seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu
sekolah di mana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat di mana
terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima
pelajaran. (Wahjosumidjo,2002:83). Kepala sekolah adalah seorang guru (jabatan
fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan struktural (kepala sekolah) di sekolah. (Rahman, 2006:106). Kepala sekolah adalah sorang guru yang mempunyai kemampuan untuk memimpin
segala sumber daya yang ada pada suatu sekolah sehingga dapat didayagunakan
secara maksimal untuk mencapai tujuan bersama.
Kepala sekolah
merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam meningkatkan
kualitas pendidikan. Sebagaimana dikemukakan dalam Pasal 12 ayat 1 PP 28 tahun
1990 bahwa kepala sekolah bertanggungjawab atas penyelenggaraan
kegiatan pendidikan, administrasi sekolah, pembinaan tenaga kependidikan
lainnya, dan pendayagunaan serta pemeliharaan sarana dan prasarana.
Kepala sekolah
diangkat melalui prosedur serta persyaratan tertentu yang bertanggung jawab
atas tercapainya tujuan pendidikan melalui upaya peningkatan profesionalisme
tenaga kependidikan yang mengimplikasikan meningkatkanya prestasi belajar
peserta didik. Kepala sekolah yang professional akan berfikir untuk membuat
perubahan tidak lagi berfikir bagaimana suatu perubahan sebagaimana adanya
sehingga tidak terlindas oleh perubahan tersebut. Untuk mewujudkan kepala
sekolah yang professional tidak semudah membalikkan telapak tangan, semua itu
butuh proses yang panjang.Namun kenyataan dilapangan masih banyak kepala
sekolah yang tidak menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pemimpin pendidikan
ini disebabkan karena dalam proses pengangkatannya tidak ada trasnfaransi,
rendahnya mental kepala sekolah yang ditandai dengan kurangnya motivasi dan
semangat serta kurangnya disiplin dalam melakukan tugas, dan seringnya datang
terlambat serta banyak faktor penghambat lainnya untuk meningkatkan kualitas
pendidikan yang mengimplikasikan rendahnya produktivitas kerja kepala sekolah
yang berimplikasi juga pada mutu (input, proses, dan output).
Ketercapaian
tujuan pendidikan sangat bergantung pada kecakapan dan kebijaksanaan
kepemimpinan kepala sekolah yang merupakan salah satu pemimpin pendidikan.
Karena kepala sekolah merupakan seorang pejabat yang profesional dalam
organisasi sekolah yang bertugas mengatur semua sumber organisasi dan
bekerjasama dengan guru-guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan
pendidikan. Dengan keprofesionalan kepala sekolah ini pengembangan
profesionalisme tenaga kependidikan mudah dilakukan karena sesuai dengan
fungsinya, kepala sekolah memahami kebutuhan sekolah yang ia pimpin sehingga
kompetensi guru tidak hanya mandeg pada kompetensi yang ia miliki sebelumnya,
melainkan bertambah dan berkembang dengan baik sehingga profesionalisme guru
akan terwujud.
Sekolah sebagai pendidikan formal bertujuan membentuk manusia yang
berkepribadian, dalam mengembangkan intelektual peserta didik dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa.Kepala sekolah sebagai pemimpin pada sebuah
lembaga pendidikan formal,
punya peran sangat penting dan
menentukan dalam membantu para guru dan muridnya.Didalam kepemimpinnya kepala sekolah harus dapat memahami, mengatasi dan memperbaiki kekurangan-kekurangan yang
terjadi di lingkunagn sekolah secara menyeluruh.Untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah yang dipimpinnya, seorang kepala sekolah harus mampu meningkatkan kinerja para
pendidik (baca: guru) termasuk
tenaga kependidikan yang berada di bawah kewenangannya.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kinerja seorang
guru.Maka sebagai pimpinan
tertinggi di sekolah, seorang
kepala sekolah harus mampu memberikan energi
positif yang mampu
menggerakkan para guru untuk
melaksanakan tugasnya secara sungguh-sungguh dan penuh tanggung jawab sehingga kinerja mereka menjadi lebih baik dan lebih
baik lagi.Sebagai pemimpin yang
mempunyai pengaruh, seorang kepala sekolah harus terus berusaha agar ide, nasehat,
saran dan (jika perlu)instruksi
dan perintah dan
kebijakannya di ikuti oleh para guru
binaannya. Dengan demikian ia dapat
mengadakan perubahan-perubahan dalam cara berfikir, dalam bersikap dan dalam bertindak atau berperilaku. Maka menjadi tuntutan bagi seorang
kepala sekolah harus selalu merefresh pengetahuan dan wawasan keilmuannya agar
nantinya dapat mendukung tugasnya sebagai seorang pimpinan.
Banyak faktor penghambat tercapainya kualitas kepemimpinan seorang kepala sekolah seperti proses pengangkatannya tidak transparan, rendahnya mental kepala sekolah yang ditandai dengan kurangnya
motivasi dan semangat serta kurangnya disiplin dalam melakukan tugas dan
seringnya datang terlambat, wawasan kepala sekolah yang masih sempit serta
banyak faktor lain yang menghambat kinerja seorang kepala sekolah untuk meningkatkan kualitas pendidikan pada
lembaga yang dipimpinnya. Ini
mengimplikasikan rendahnya produktivitas kerja kepala sekolah yang berimplikasi
juga pada mutu (input, proses dan output).
Dalam melaksanakan fungsi kepemimpinannya, kepala sekolah harus
melakukan pengelolaan dan pembinaan terhadap seluruh komponen sekolah melalui kegiatan administrasi, manajemen dan kepemimpinan yang
sangat tergantung pada kemampuan manajerial seorang kepala sekolah.Sehubungan dengan itu, kepala sekolah sebagai supervisor berfungsi untuk
mengawasi, membangun, mengoreksi dan mencari inisiatif terhadap jalannya
seluruh kegiatan pendidikan yang dilaksanakan di lingkungan sekolah. Disamping
itu, kepala sekolah sebagai pemimpin lembaga pendidikan berfungsi mewujudkan hubungan manusiawi (human relationship) yang
harmonis dalam rangka membina dan mengembangkan kerjasama antar personal, agar
secara serempak bergerak kearah pencapaian tujuan melalui kesediaan
melaksanakan tugas masing-masing secara bersungguh-sungguh dan bertanggung
jawab yang dalam bahasa sekarang dikemas dalam istilah profesional.Oleh karena itu, segala penyelenggaraan pendidikan akan mengarah kepada
usaha meningkatkan mutu pendidikan yang sangat dipengaruhi oleh guru dalam
melaksanakan tugasnya secara operasional. Untuk itu kepala sekolah harus
melakukan supervisi sekolah yang memungkinkan kegiatan operasional itu
berlangsung dengan baik.
v Profesionalisme
kepemimpinan kepala sekolah
Profesionalisme
adalah kondisi, arah, nilai, tujuan, dan kualitas suatu keahlian dan kewenangan
yang berkaitan dengan mata pencaharian seseorang(Kusnandar (2007:46).Profesionalisme merupakan sebutan yang mengacu pada sikap mental dalam bentuk komitmen dari para
anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas
profesionalnya(Mohamad Surya, 2007:214).
Kepala sekolah
merupakan salah satu komponen pendidikan yang paling berperan dalam
meningkatkan kualitas pendidikan. Oleh karena itu seorang kepala sekolah
haruslah orang yang profesional. Secara profesional seorang kepala sekolah
memiliki tugas-tugas sebagai berikut:
a. Kepala sekolah berperilaku sebagai saluran komunikasi di lingkungan sekolah yang
dipimpinnya. Segala informasi yang berkaitan
dengan penyelenggaraan pendidikan di sekolah harus selalu terpantau oleh kepala
sekolah.
b. Kepala sekolah bertindak dan
bertanggungjawab atas segala tindakan yang dilakukan oleh bawahan. Perbuatan
yang dilakukan oleh para guru, siswa, staf dan orang tua siswa tidak dapat
dilepaskan dari tanggung jawab kepala sekolah.
c. Dengan waktu dan sumber yang terbatas seorang kepala sekolah harus mampu
menghadapi berbagai persoalan.Dengan segala keterbatasan, seorang kepala
sekolah harus dapat mengatur pendistribusian tugas secara
cepat serta dapat memprioritaskan bila terjadi konflik antara kepentingan
bawahan dengan kepentingan sekolah.
d. Kepala sekolah harus berfikir secara analitik dan konsepsional. Kepala sekolah
harus dapat memecahkan persoalan melalui satu analisis, kemudian menyelesaikan
persoalan dengan satu solusi yang feasible. Serta harus dapat melihatsetiap tugas sebagai satu keseluruhan yang saling
berkaitan.
e. Kepala sekolah adalah seorang mediator atau juru penengah. Dalam lingkungan
sekolah sebagai suatu organisasi di dalamnya terdiri dari manusia yang
mempunyai latar belakang yang berbeda-beda yang bisa menimbulkan konflik.Untuk itu kepala sekolah harus jadi penengah dalam konflik tersebut.
f. Kepala sekolah adalah seorang politisi. Kepala sekolah harus dapat membangun hubungan kerja sama melalui pendekatan
persuasi dan kesepakatan (compromise). Peran politis kepala sekolah
dapat berkembang secara efektif, apabila: (1) dapat dikembangkan prinsip
jaringan saling pengertian terhadap kewajiban masing-masing, (2) terbentuknya
aliansi atau koalisi, seperti organisasi profesi, OSIS, BP3, komite
sekolah dan sebagainya; (3) terciptanya
kerjasama (cooperation) dengan berbagai pihak, sehingga aneka macam aktivitas
dapat dilaksanakan.
g.
Kepala sekolah adalah seorang
diplomat. Dalam berbagai forum pertemuan
kepala sekolah adalah wakil resmi dari sekolah yang dipimpinnya.
h. Kepala sekolah harus mampu mengambil
keputusan-keputusan sulit. Tidak ada satu
organisasi pun yang berjalan mulus tanpa masalah. Demikian pula sekolah sebagai suatu organisasi tidak luput dari persoalan
dan kesulitan-kesulitan. Dan apabila terjadi kesulitan-kesulitan, kepala sekolah diharapkan berperan sebagai orang yang dapat menyelesaikan
persoalan yang sulit tersebut (Wahjosumidjo
(2002:97).
Dalam
menjalankan kepemimpinannya, selain harus tahu dan paham tugasnya sebagai
pemimpin, yang tak kalah penting dari itu semua adalah seyogyanya kepala sekolah memahami dan mengetahui perannya. Adapun peran kepala sekolah dalam menjalankan peranannya sebagai manajer seperti yang diungkapkan oleh
Wahjosumidjo (2002:90) adalah: (a)Peranan hubungan antar perseorangan; (b)
Peranan informasional; (c) Sebagai pengambil keputusan.
v
Peranan
hubungan antar perseorangan meliputi :
Figureheadyang berarti
lambang dengan pengertian kepala sekolah sebagai lambang sekolah; Kepemimpinan (Leadership) artinyakepala sekolah adalah pemimpin yang harus mampu menggerakkan seluruh sumber daya yang ada di sekolah sehingga dapat
melahirkan etos kerja dan produktifitas yang tinggi untuk mencapai tujuan; Penghubung (liasion) artinyakepala sekolah menjadi penghubung antara kepentingan sekolah dengan
kepentingan lingkungan di luar sekolah. Sedangkan
secara internal kepala sekolah menjadi perantara antara guru (pendidik), tenaga
kependidikan dan peserta
didik (siswa).
v
Peranan
informasional meliputi :
kepala sekolah sebagai monitor artinyakepala
sekolah harus selalu mengadakan pengamatan terhadap lingkungan karena kemungkinan muncul informasi-informasi baru yang
berpengaruh terhadap sekolah yang dipimpinnya; kepala sekolah sebagai disseminator artinyakepala
sekolah bertanggungjawab penuh untuk
menyebarluaskan dan membagi-bagi informasi kepada para guru (pendidik), tenaga
kependidikansertaorang tua siswa;
kepala sekolah sebagai spokesman artinyakepala sekolah memiliki tugas menyebarkan informasi kepada lingkungan di luar sekolah yang dianggap perlu.
v Peran Kepala Sekolah
a. Sebagai pengambil keputusan
Enterpreneurartinyakepala sekolah selalu berusaha memperbaiki penampilan sekolah melalui
berbagai macam ide dan gagasan pemikiran berupa program-program yang baru serta melakukan survey untuk mempelajari berbagai persoalan yang timbul di
lingkungan sekolah; Disturbance
handler (orang yang memperhatikan gangguan) artinyakepala sekolah harus mampu mengantisipasi gangguan yang timbul dengan
memperhatikan situasi dan ketepatan keputusan yang diambil; A Resource Allocater (orang yang
menyediakan segala sumber) artinya kepala
sekolah bertanggungjawab untuk menentukan dan meneliti siapa yang akan
memperoleh atau menerima sumber-sumber yang disediakan dan harus
didelegasikan; A negotiator rolesartinyakepala sekolah harus mampu mengadakan pembicaraan dan musyawarah dengan
pihak luar dalam memenuhi
kebutuhan sekolah.
b. Pembinaan
kemampuan profesional kepala sekolah
Banyak faktor yang dapat menghambat tercapainya kualitas profesional
kepemimpinan kepala sekolah, antara lain berkaitan dengan proses pengangkatan seorang kepala sekolah yang tidak transparan, rendahnya motivasi dan
etos kerja, kurangnya disiplin dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugas, seringnya datang
terlambat, sempitnya wawasan kepala sekolah, serta banyak faktor lain.
Wadah-wadah yang telah dikembangkan dalam pembinaan kemampuan profesional
kepala sekolah cukup banyak seperti Musyawarah Kepala Sekolah (MKS), Kelompok Kerja Kepala Sekolah (KKKS) sertaPusat Kegiatan Kepala Sekolah (PKKS).Disamping itu peningkatan dapat dilakukan melalui pendidikan
dengan program sarjana atau pasca sarjana bagi para kepala sekolah sesuai
dengan bidang keahliannya,
sehingga tidak terlepas dari koridor disiplin ilmu masing-masing.Dengan mengefektifkan MKKS semua kesulitan dan permasalahan yang dihadapi
oleh kepala sekolah dalam kegiatan pendidikan dapat dipecahkan, dan diharapkan
dapat meningkatkan mutu pendidikan di sekolah.
Kelompok
diskusi profesi juga sangat penting artinya sehingga perlu dibentuk untuk mengatasi tenaga kependidikan yang kurang semangat dalam
melakukan tugas-tugas kependidikan di sekolah. Kelompok diskusi profesi dapat melibatkan pengawas sekolah, komite sekolah atau orang lain yang ahli
dalam memecahkan masalah yang dihadapi kepala sekolah dan tenaga kependidikan.
Hal lain adalah tersedianya buku yang dapat menunjang kegiatan sekolah dalam
mendorong visi menjadi aksi. Karena akan sangat sulit untuk dapat mengembangkan dan meningkatkan profesionalisme kepala sekolah jika
tidak ditunjangkan oleh sumber belajar yang memadai.
Selain itu
kepala sekolah harus memiliki visi dan misi, serta strategi manajemen
pendidikan secara utuh yang berorientasi kepada mutu. Strategi ini dikenal
dengan manajemen mutu terpadu (MMT) atau kalau dunia bisnis dikenal dengan nama
total quality management (TQM), yang merupakan
usaha sistematis dan terkoordinasi untuk secara terus-menerus memperbaiki
kualitas layanan.Sedikitnya terdapat lima sifat layanan yang harus diwujudkan
oleh kepala sekolah agar “pelanggan” puas; yakni layanan sesuai dengan yang
dijanjikan (reliability), mampu menjamin kualitas pembelajaran (assurance), iklim sekolah yang kondusif (tangible),
memberikan perhatian penuh kepada peserta didik (emphaty), dan cepat
tanggap terhadap kebutuhan peserta didik (responsiveness)
Dalam
menumbuhkan kepala sekolah yang profesional
dalam paradigma baru manajemen pendidikan di sekolah diperlukan adanya peningkatan disiplin untuk menciptakan
iklim sekolah yang lebih kondusif dan dapat memotivasi kerja, serta menciptakan
budaya kerja dan budaya disiplin para tenaga kependidikan dalam melakukan
tugasnya di sekolah.
C. PERAN GURU DISEKOLAH
Guru merupakan salah satu
komponen terpenting dalam dunia pendidikan. Ruh pendidikan sesungguhnya
terletak dipundak guru. Bahkan, baik buruknya atau berhasil tidaknya pendidikan
hakikatnya ada di tangan guru. Sebab, sosok guru memiliki peranan yang
strategis dalam ”mengukir” peserta didik menjadi pandai, cerdas, terampil,
bermoral dan berpengetahuan luas. Namun kini banyak gelombang aksi tuntutan mengenai profesionalisme
guru. Eksistensi guru menjadi bagian inheren
yang tidak dapat dipisahkan dari satu kesatuan interaksi pedagogis dalam
sistem pengelolaan pengajaran pendidikan (sekolah). Dalam pengamatan penulis,
tuntutan tersebut sejalan dengan cita-cita yang tertuang dalam tujuan
pendidikan nasional. Sebagaimana yang termaktub dalam Undang-undang RI No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3, yang berbunyi:
“Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”
Karena itu, sikap profesionalisme
dalam dunia pendidikan (sekolah), tidak sekadar dinilai formalitas tetapi harus
fungsional dan menjadi prinsip dasar yang melandasai aksi operasionalnya.
Tuntutan demikian ini wajar karena dalam dunia modern, khususnya dalam rangka
persaingan global, memerlukan sumber daya manusia yang bermutu dan selalu
melakukan improvisasi diri secara terus menerus. Sehingga dapat dikatakan bahwa
tenaga pendidik atau guru merupakan cetak biru (blueprint) bagi
penyelenggaran pendidikan.
Seorang guru yang baik adalah mereka yang memenuhi persyaratan kemampuan
profesional baik sebagai pendidik maupun sebagai pengajar atau pelatih. Di
sinilah letak pentingnya standar mutu profesional guru untuk menjamin proses
belajar mengajar dan hasil belajar yang bermutu.
Secara
umum banyak sekali peranan guru yang mesti dilakukan dalam melaksanakan tugas
di sekolah, namun secara profesional menurut Sutan Zanti Arbi (1992 : 134),
meliputi tugas mendidik, mengajar, dan melatih.
Mendidik
berarti pemberian bimbingan kepada siswa (anak didik) agar potensi yang
dimilikinya berkembang seoptimal mungkin dan dapat meneruskan serta
mengembangkan nilai-nilai kehidupan.
Mengajar berarti
memberikan pengajaran dalam bentuk penyampaian pengetahuan (kognitif), sikap
(afektif) dan keterampilan (psikomotor) pada diri siswa agar dapat menguasai
dan mengembangkan ilmu dan teknologi.
Melatih berarti
mengembangkan keterampilan tertentu agar siswa mengalami peningkatan kemampuan
kerja yang memadai.
Dalam
melaksanakan tugas ini guru disamping menguasai materi yang akan diajarkan,
dituntut pula memiliki seperangkat pengetahuan dan keterampilan teknis
mengajar, juga dituntut untuk selalu mencari gagasan-gagasan baru (inovasi),
dengan tujuan penyempurnaan kegiatan belajar mengajar, yang akan menentukan
keberhasilan pendidikan.
Dalam menghadapi berbagai perubahan dan perkembangan zaman yang menuntut pembaharuan dalam pendidikan, maka hendaklah guru berperan sebagai berikut :
Dalam menghadapi berbagai perubahan dan perkembangan zaman yang menuntut pembaharuan dalam pendidikan, maka hendaklah guru berperan sebagai berikut :
a. Guru bersikap terbuka dan peka terhadap perubahan
Dalam rangka
meningkatkan mutu pendidikan, guru harus senantiasa bersikap terbuka dan peka
terhadap berbagai aspirasi atau kritikan yang muncul dari manapun datangnya,
sehingga sekolah menjadi agen perubahan dan para guru menjadi pendukung utamanya.
Dengan sikap ini akan mendorong para guru untuk terus-menerus memperbaiki kinerja guna menciptakan suasana sekolah yang lebih bermutu, sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan berbagai pihak. Disamping itu akan tercipta situasi yang demokratis, yang memotivasi untuk selalu mencari alternatif terbaik dalam pemecahan masalah yang dihadapi sekolah.
Dengan sikap ini akan mendorong para guru untuk terus-menerus memperbaiki kinerja guna menciptakan suasana sekolah yang lebih bermutu, sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan berbagai pihak. Disamping itu akan tercipta situasi yang demokratis, yang memotivasi untuk selalu mencari alternatif terbaik dalam pemecahan masalah yang dihadapi sekolah.
b.
Guru sebagai agen pembaharuan
Rogers et. al (1983 :
312), menjelaskan pengertian agen pembaharuan sebagai berikut: "A change
agent is an individual who influencies clients, innovation decisions in a
direction deemed desirable by a change agency". Seorang agen pembaharuan
adalah seseorang yang mempengaruhi keputusan inovasi para klien (sasaran) ke
arah yang diharapkan oleh lembaga pembaharuan. Dengan demikian, seorang agen
pembaharu berperan sebagai penghubung antara pembaharu dengan sasarannya.
Guru sebagai pembaharu dapat berperan
serta dengan tahapan-tahapan sebagai berikut:
- Invention (penemuan), meliputi penemuan hal-hal
baru dalam aspek tertentu dalam pendidikan. Tahap ini diawali dengan
pengenalan masalah, penelitian, dan perumusahan masalah secara lebih
spesifik dan tajam. Misalnya mengatasi siswa yang mengalami kesulitan
dalam pelajaran membaca Al Qur'an dengan waktu yang relatif singkat.
- Development (pengembangan), meliputi saran
alternatif pemecahan masalah, percobaan dan penelitian, percobaan kembali,
penilaian dan seterusnya. Misalnya setelah dicoba dan diteliti
berkali-kali ternyata metode Iqro yang lebih efektif digunakan untuk
melatih membaca Al-Qur'an dengan waktu yang singkat.
- Diffusion (penyebaran), mencakup penyebaran
ide-ide baru kepada sasaran penerimanya. Misalnya setelah terbukti
efektif, metode Iqro disebarkan kepada masyarakat.
Dalam hal ini guru hendaklah
berkemampuan melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) dalam upaya meningkatkan
dan memperbaiki mutu praktek proses pembelajaran.
c.
Guru sebagai adopter (penerima) inovasi
Menurut Rogers (1971), terdapat lima
kategori adopter dalam menerima suatu inovasi, yaitu:
- Inovator, memiliki ciri dan sifat gemar
meneliti dan mencoba gagasan baru sekalipun harus beresiko.
- Pelopor, memiliki ciri dan sifat suka meneliti
terlebih dahulu terhadap ide baru sebelum memutuskan untuk menggunakannya.
- Pengikut awal, menerima ide baru hanya beberapa
saat setelah yang lain menerimanya dengan berbagai pertimbangan.
- Pengikut akhir, menerima ide baru setelah pada
umumnya menerima. Hal ini karena ada kepentingan lain.
- Lagard (tradisional), berwawasan sempit,
referensinya masa lalu dan tidak memahami ide-ide baru.
Dengan multi peran guru, baik sebagai
pendidik, pengajar, pelatih, peneliti, maka dituntut berbagai kemampuan dan
keterampilan dalam menjalankan tugas, karena keberhasilan pendidikan sangat
ditentukan dengan kinerja guru sebagai praktisi terdepan dalam pendidikan. Perkembangan
zaman memberi isyarat bahwa guru harus mampu bersikap dinamis dan sekaligus
pembaharu (inovator) dalam bidang pendidikan.
WF Connell (1972) membedakan tujuh
peran seorang guru yaitu (1) pendidik (nurturer), (2) model, (3)
pengajar dan pembimbing, (4) pelajar (learner), (5) komunikator terhadap
masyarakat setempat, (6) pekerja administrasi, serta (7) kesetiaan terhadap
lembaga.
1)
Peran guru sebagai pendidik (nurturer)
merupakan peran-peran yang berkaitan
dengan tugas-tugas memberi bantuan dan dorongan (supporter), tugas-tugas
pengawasan dan pembinaan (supervisor) serta tugas-tugas yang berkaitan dengan
mendisiplinkan anak agar anak itu menjadi patuh terhadap aturan-aturan sekolah
dan norma hidup dalam keluarga dan masyarakat. Tugas-tugas ini berkaitan dengan
meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh
pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas
dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas tanggungjawab
kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan.untuk perkawinan
dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal
dan spiritual. Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan
pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus
mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkat laku anak tidak menyimpang
dengan norma-norma yang ada.
2) Peran guru sebagai model atau contoh bagi anak
Setiap anak mengharapkan guru mereka
dapat menjadi contoh atau model baginya. Oleh karena itu tingkah laku pendidik
baik guru, orang tua atau tokoh-tokoh masyarakat harus sesuai dengan
norma-norma yang dianut oleh masyarakat, bangsa dan negara. Karena nilai nilai
dasar negara dan bangsa Indonesia adalah Pancasila, maka tingkah laku pendidik
harus selalu diresapi oleh nilai-nilai Pancasila.
3) Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam pengalaman belajar
Setiap guru harus memberikan
pengetahuan, keterampilan dan pengalaman lain di luar fungsi sekolah seperti
persiapan perkawinan dan kehidupan keluarga, hasil belajar yang berupa tingkah
laku pribadi dan spiritual dan memilih pekerjaan di masyarakat, hasil belajar
yang berkaitan dengan tanggurfg jawab sosial tingkah laku sosial anak.
Kurikulum harus berisi hal-hal tersebut di atas sehingga anak memiliki pribadi
yang sesuai dengan nilai-nilai hidup yang dianut oleh bangsa dan negaranya,
mempunyai pengetahuan dan keterampilan dasar untuk hidup dalam masyarakat dan
pengetahuan untuk mengembangkan kemampuannya lebih lanjut.
4) Peran guru sebagai pelajar (leamer)
Seorang guru dituntut untuk selalu
menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan
yang dirnilikinya tidak ketinggalan jaman. Pengetahuan dan keterampilan yang
dikuasai tidak hanya terbatas pada pengetahuan yang berkaitan dengan
pengembangan tugas profesional, tetapi juga tugas kemasyarakatan maupun tugas
kemanusiaan.
5) Peran guru sebagai setiawan dalam lembaga
pendidikan
Seorang guru diharapkan dapat
membantu kawannya yang memerlukan bantuan dalam mengembangkan kemampuannya.
Bantuan dapat secara langsung melalui pertemuan-pertemuan resmi maupun
pertemuan insidental.
6) Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat
Seorang guru diharapkan dapat
berperan aktif dalam pembangunan di segala bidang yang sedang dilakukan. Ia
dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang dikuasainya.
7) Guru sebagai administrator
Seorang guru tidak hanya sebagai
pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan
dan pengajaran. Oleh karena itu seorang guru dituntut bekerja secara
administrasi teratur. Segala pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar
mengajar perlu diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang
dikerjakan seperti membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan
sebagainya merupakan dokumen yang berharga bahwa ia telah melaksanakan tugasnya
dengan baik.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, seni dan budaya ikut merambah dunia pendidikan, sehingga menuntut seorang kepala sekolah yang professional. Untuk itu kepala sekolah dihadapkan pada tantangan untuk
melaksanakan pengembangan pendidikan secara terarah dan berkesinambungan. Peningkatan profesionalisme kepala sekolah perlu dilaksanakan secara berkeinambungan dan terencana dengan melihat
permasalahan-permasalahan dan keterbatasan yang ada, sebab kepala sekolah
merupakan pemimpin pendidikan yang juga bertanggung jawab dalam meningkatkan
profesionalisme pendidik (guru) serta tenaga kependidikan lainnya. Kepala sekolah yang professional akan
mengetahui kabutuhan dunia pendidikan. Dengan begitu kepala
sekolah akan melakukan penyesuaian-penyesuaian agar pendidikan berkembang dan maju sesuai dengan kebutuhan pembangunan
serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.
B. Saran
Dalam upaya
peningkatan mutu sekolah dan profesionalisme kepala sekolah harus ada pihak
yang berperan dalam peningkatan mutu tersebut. Dan yang berperan dalam
peningkatan profesionalisme kepala sekolah adalah pengawas sekolah yang juga
merupakan pemimpin pendidikan yang bersama-sama kepala sekolah memiliki
tanggung jawab terhadap perkembangan sekolah. Upaya peningkatan keprofesionalan kepala sekolah tidak akan terwujud
begitu saja tanpa adanya motivasi dan adanya kesadaran dalam diri kepala sekolah
tersebut serta semangat mengabdi yang akan melahirkan visi kelembagaan maupun
kemampuan konsepsional yang jelas. Jadi agar peningkatan keprofesionalan
guru dan kepala sekolah harus harus didasari dengann kesadaran dan adannya
motivasi agar sekolah menghasilkan keluaran – keluaran yang berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA
·
Danim, Sudarwan,Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan
Profesionalisme Tenaga Kependidikan,Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002.
·
E. Mulyasa,Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.
·
Indarafachrudi, Soekarto, Bagaimana Memimpin Sekolah yang efektif, Bogor: Ghalia Indonesia, 2006.
·
Kusnandar, Guru Profesional, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2007.
·
Rahman (at all),Peran Strategis Kepala Sekolah dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan,Jatinangor: Alqaprint, 2006.
·
Sagala, Syaiful,Administrasi Pendidikan Kontemporer,Bandung: Alfabeta, 2002.
·
Samsudin, Sadili, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2006.
·
Surya, Muhammad, Organisasi profesi, kode etik
dan Dewan Kehormatan Guru, 2007.
·
Toha, Miftah,Kepemimpinan dalam Manajemen, Jakarta: PT.Raja Grafindo, 2003.
·
Ukas, Maman,Manajemen, Bandung: Agini, 2004.
·
Uzer, Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005.
·
Wahjosumidjo,Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
http://www.mamansoleman.net/2012/07/peran-guru-dalam-inovasi-pendidikan.html
BalasHapus